ASAL MULA DESA KARANGTALUN KALIDAWIR TULUNGAGUNG
Desa Karangtalun dibentuk sebelum tahun 1800.
Yang jadi cikal bakalnya adalah orang bernama :
1. Soerosetjo.
2. Singokromo.
Kedua-duanya berasal dari Jawa Tengah.
Setelah meninggal dunia Pak Setjo dan Singokromo dimakamkan di Karangtalun.
Desa Karangtalun dibagi menjadi beberapa blok, ialah :
1. Karangsono.
2. Pojok, dan
3. Bendiljet (kemudian dijadikan pedukuhan).
KARANGSONO.
Dapat dikatakan Karangsono, oleh sebab pada jaman dulu ketika masih berwujud hutan di situ banyak tumbuh tanaman kayu sono.
POJOK.
Dinamakan Pojok, karena tempat tersebut
di dalam desa Karangtalun letaknya mlojok (njupit urang) dan di situ
banyak talunnya (pagagan).
BENDILJET.
Dahulu blok Bendiljet merupakan hutan belukar.
Menurut ceritanya ketika dibabat di
tengah-tengah hutan tersebut diketemukan sebuah kendil yang berisi
enjet. Siapa pemiliknya tak ada yang mengetahui.
Meskipun enjet tersebut telah
dipergunakan makan sirih oleh orang-orang di sekitarnya, tetapi tak
kunjung habis. Oleh sebab itu lalu dijadikan dukuhan yang diberi nama
Bendil-enjet. Di desa Karangtalun terdapat pesantren dan punden ialah :
1. Pesantren Setonodowo.
2. Setono–gede.
3. mBah Kendil.
4. mBah Djangil.
Kisah singkatnya adalah sebagai berikut :
Pesantren Setono-dowo.
Pada jaman peperangan Mojopahit ada dua orang yang lari untuk menyelamatkan diri (anak dan bapaknya).
Di dalam perjalanan kedua orang tersebut
bertemu dengan seorang perempuan yang mempunyai tujuan sama. Mereka
bertempat tinggal di dalam satu rumah.
Pekerjaan si anak dan si bapak tiap hari babad hutan, adapun perempuan itu menyediakan makannya.
Baik si bapak maupun si anak
kedua-duanya menaruh hati kepada perempuan tadi, bahkan si bapak ingin
pula memperistrikannya. Pada suatu hari anaknya pamit tidak turut babad
hutan, dengan alasan merasa sangat payah. Terpaksa bapaknya berangkat
sendirian.
Terjadilah suatu peristiwa dimana si
anak tadi senang dengan perempuan yang berdiam serumah itu. Ketika
bapaknya pulang dari hutan dan mengetahui tindakan anaknya yang tidak
senonoh itu, maka tanpa pikir panjang ia mengambil tombak. Sang anak
lari dan dikejar. Akhirnya dapat ditusuk dengan tombak tadi sehingga
ususnya keluar.
Tetapi masih sempat lari menuju ke barat
dan sekali lagi dikejar dan ditombaknya sehingga mati. Dengan matinya
anak tersebut, tombaknya juga ditanam bersama mayat itu, sehingga
makamnya jadi panjang. Tempat tersebut hingga sekarang disebut
setonodowo (makam panjang).
Punden mBah Djangil. Riwayatnya adalah sebagai berikut :
Ada sebuah tonggak kayu yang berada di
tepi jalan. Pada suatu waktu terjadi kecelakaan ialah adanya orang dan
hewan yang kakinya terantuk kepada tonggak itu sampai jatuh dan menemui
ajalnya.
Oleh karena letaknya menonjol (dalam bahasa Jawa “Njangil) maka tempat itu lalu dijadikan punden yang diberi nama mBah Djangil.
Comments
Post a Comment